Arsip Blog

Senin, 16 April 2012

Neraca Bisnis

Akutansi Biaya Dan Ekonomi Teknik


Akutansi atau akutansi biaya berfungsi sebagai pencatatan, perangkuman, dan pelaporan data keuangan masa lalu. Sedangkan ekonomi teknik digunakan untuk membuat keputusan yang menyangkut keuangan untuk masa kini dan yang akan datang, berdasarkan data – data dari akutansi.

A.  Akutansi

Akutansi adalah fungsi perekem/pencatatan, perangkuman dan penyajian/pelaporan data keuangan masa lalu dari perusahaan industri. Data masa lalu tersebut berupa : Asset (kekayaan), Liabilitas (hutang – hutang, baik yang jangka panjang maupun jangka pendek) dan Net Worth (nilai bersih perusahaan).

Assets adalah segala sesuatu bernilai uang yang dimiliki perusahaan, seperti : uang kas, persediaan, pengeluaran yang dibayar di muka, tanah, bangunan, peralatan.

Liabilitas adalah pinjaman uang oleh perusahaan  kepada para kreditornya. Contohnya pinjaman dari bank, pajak yang belum di bayar, jaminan yang belum di bayar, bon.

Net Worth adalah saham kepemilikan yang ditanamkan oleh pendiri perusahaan sejak awal. Ia terdiri atas saham (Capital Stock) dan laba ditahan, yakni laba yang tidak dibagikan kepada para pemegang saham Net Worth biasa juga disebut Equity. Oleh karena itu equity adalah nilai kepemilikan pada perusahaan yang bersangkutan dan para pemilik punya hak atas setiap kelebihan/surplus yang dihasilkan perusahaan, maka :

Equity = Assets – Libilitas

Persamaan diatas biasanya disebut persamaan akutansi dan kadang – kadang dinyatakan dengan cara lain :

Assets = Equity + Liabilitas

Penyajian formal akutansi disebut neraca yang menrupakan petunjuk kondisi keuangan perusahaan pada satu saat dari perjalanan waktu, biasanya per satu tahun.Gambar (8.1) adalah contoh Neraca kasus PT. TI. Tampak bahwa assets sama dengan equity + liabilitas.

 
Gambar 8.1
Contoh Neraca PT. TI pada 31 Desember 1996

Jika usaha statis (jika neraca tidak berubah), satu laporan persamaan akutansi akan selalu memadai. Namun bisnis tidaklah statis. Barang baru selalu ditambahkan, yang lama diafkir, jumlah nilai/barang juga berubah dan lain sebagainya. Sehingga begitu perubahan muncul, neraca di atas langsung kadaluarsa.

Sebagian dari perubahan – perubahan dapat ditujukkan dengan menggunakan persamaan (8.2). Sebagian yang lain, membutuhkan format yang berbeda. Setiap perubahan yang hanya mempengaruhi assets, liabilitas atau equity tidak jadi masalah. Tapi bagaimana tentang uang yang diterima sebagai pembayaran mobil atau servisnya ? Kas (bagian dari dari assets) adalah yang terkena, lalu apalagi yang berubah ? Faktor lain adalah pemasukan (revenue). Pemasukan adalah hasil penjualana atau pelayanan yang menghasilkan pertambahan assets atau equity (pertambahan iini bisa saja ditunda) juga pengeluaran untuk bahan baku, tenaga kerja atau jasa yang telah dikonsumsi oleh proses produksi, harusnya diperlihatkan. Sebuah pengeluaran adalah ongkos produksi atau pelayanan yang melibatkan aliran yang keluar.

Persamaa akutansi di atas perlu direvisi untuk bisa mengakomodasi faktor – faktor baru ini.  Nyatalah bahwa sebuah pendapatan (revenue) menaikkan equity. Sedangkan sebaliknya, pengeluran menyebabkan berkurangnya equity. Dengan demikian persamaan akutansi bisa ditulis ulang menjadi :


Gambar 8.1 telah menunjukkan bahwa sebuah neraca adalah pernyataan resmi tentang tiga faktor pertama dari persamaan (8.3). Pernyataan resmi tentang dua faktor lainnya disebut Laporan Laba/Rugi. Gambar 8.2 memperlihatkan laporan Laba/Rugi PT. TI. Terlihat 3 gejala
  1. Secara umum, sebuah laporan laba/rugi tidak akan seimbang. Jika pemasukkan lebih besar daripada pengeluaran selama periode yang lalu, berarti perusahaan berhasil mendapatkan keuntungan. Jika sebaliknya, berarti rugi.
  2. Neraca tidak seimbang sampai nilai keuntungan atau rugi dari laporan laba/rugi ditambahkan.
  3. Oleh karena pemasukkan dan pengeluaran mencerminkan unjuk kerja selama periode tertentu, maka secara periodik pula jumlah/nilai pemasukkan dan pengeluaran ditetapkan nol pada awal periode perhitungan baru.
Dalam rangka memahami perubahan bisnis dan pengaruhnya pada neraca dan laporan laba/rugi, perhatikan transaksi – transaksi berikut ini, yang dilakukan PT. TI setelah tanggal 31 Desember 1996.
  1. Pada 5 Januari 1997 selembar cek senilai Rp 1.000.000,- diberikan ke toko Istana Furniture atas pembelian peralatan kantor. Pengaruh terhadap persamaan akutansi adalah berkurangnya kas sebesar Rp 1.000.000,- dan bertambahnya peralatan senilai Rp 1.000.000,- 
  2. Pada 10 Januari 1997 terjadi penjualan secara kredit 5 mobil senilai Rp 150 juta. Maka surat piutang dari Rp 5 juta menjadi Rp 155 juta. Persediaan mobil dari Rp 400 juta menjadi 250 juta.
  3. Pada 20 Januari 1997 sewa kantor senilai Rp 5 juta disepakati untuk bulan Januari 1997. Tetapi berdasar perjanjian sebelumnya, sewa hanya akan dibayar setiap 2 bulan sekali. Pengaruhnya adalah bertambahnya hutang dan pengeluaran.
  4. Tanggal 31 Januari 1997, gaji bernilai total Rp 15 juta dibayarkan untuk gaji bulan Januari 1997.
         Gambar 8.2 memperlihatkan persamaan akutansi setelah perubahan – perubahan selama Januari 1997.
 
 
Gambar 8.2
Persamaan Akutansi PT. TI per 31 Januari 1997
 


Gambar 8.3
Neraca dan Laporan Laba/Rugi PT. TI per 31 Januari 1997

Dengan dimasukkannya perbedaan antara pemasukkan dengan pengeluaran ke dalam neraca maka periode Januari 1997 telah ditutup, dan periode Februari 1997 dimulai lagi dengan pemasukkan dan pengeluaran ditetapkan nol.


B.  Akutansi Biaya

Akutansi umum, sebagaimana ditunjukkan lewat kasus PT. TI sebelumnya, hanya memberikan informasi tentang unjuk kerja secara kasar. Prosedur akutansi umum tidak menunjukkan produk mana yang menguntungkan dan mana yang merugikan, atau dimana ongkos – ongkos utama terjadi, apakah diruang mesin, ruang pengecatan, atau yang lain ? Prosedur di atas bisa dimodifikasi untuk menjawab masalah – masalah tadi dengan menggunakan akutansi biaya.

Tanpa masuk ke dalam rincian akutansi biaya, dapat dikatakan bahwa sistem ini mampu mengeluarkan banyak laporan yang berbeda yang memperlihatkan unjuk kerja produk – produk tertentu, departemen tertentu dan sebagainya. Maka manajemen dapat mengendalikan denyut organisasi secara keseluruhan maupun per unit terkecilnya. Akutansi biaya menyusun laporan tambahan yang memungkinkan anda untuk menghitung ongkos pembuatan barang dan ongkos barang yang terjual. Mengetahui ongkos bahan baku, tenaga kerja dan biaya tak langsung yang berlaku atas barang yang dibuat dan dijual, adalah inti dari akutansi biaya.

Beberapa definisi berikut membantu anda memahami akutansi biaya.

Bahan Langsung adalah setiap bahan yang ongkosnya secara langsung terkait dengan pembentukan suatu produk. Misalnya kayu yang dibuat menjadi meja atau kertas yang menjadi bahan buku ini. Semua bahan selain ini disebut bahan tidak langsung. Contohnya senyawa kimia untuk mengepel lantai, atau semua pelumas untuk mesin – mesin di pabrik. Prinsipnya adalah lebih mudah dan lebih teliti untuk membebankansemua bahan tak langsung (juga tenaga kerja tak langsung) kepada pos umum yang kemudian dibagi – bagikan ke produk – produk spesifik.

Tenaga Kerja Langsung adalah setiap pekerja yang berperan langsung terhadap terjadinya produk. Setiap operator mesin bubut untuk memotong benda kerja atau tukang cat yang mengecat mobil. Semua pekerja yang selain ini disebut tenaga kerja tak langsung, seperti pemeriksa mutu produk, tukang setel mesin sebelum dipakai dan sebagainya.

Biaya Tak Langsung (Overhead) adalah semua ongkos produksi yang bukan ongskos bahan maupun tenaga kerja langsung. Di dalam sini tercakup ongkos bahan tak langsung, ongkos tenaga kerja tak langsung, biaya penyusutan alat, pajak atas bangunan dan peralatan, biaya perawatan bangunan dan peralatan, dan pengawasan pabrik. Ongkos barang yang dibuat dan dijual dapat ditentukan sebagaimana contoh pada gambar 8.4.

 
Gambar 8.4
Perhitungan Ongkos Benda yang di Buat dan yang Terjual

Hal tersebut dilakukan dengan cara mencatat pada setiap bagian kategori berapa persediaan awal bulan dan ditambahkan dengan jumlahyang dikerjakan/dikeluarkan selama bulan tersebut. Hasilnya adalah total yang tersedia. Apabila diketahui persediaan yang tersisa pada akhir bulan, berarti selebihnya telah berubah menjadi produk. Jika semua sisa ini dijumlahkan dari ketiga kategori yaitu bahan langsung (Rp 11.000.000). Tenaga Kerja Langsung (Rp 20.000.000) dan Biaya Tak Langsung (Rp 8.000.000) maka hasilnya adalah ongkos benda yang dibuat (Rp 39.000.000). Ini masuk ke persediaan barang jadi dan ditambahkan dengan persediaan barang jadi pada awal bulan (Rp 22.000.000). Totalnya adalah jumlah barang jadi yang siap dijual (Rp 61.000.000). Manakah terdata bahwa akhir bulan ada sisa barang jadi sebesar Rp 30.000.000 maka berarti ongkos benda yang terjual adalah Rp 61.000.000 – 30.000.000 = 31.000.000.

Salah satu masalah besar yang terdapat dalam akutansi biaya adalah memutuskan bagaimana membebankan ongkos tak langsung kepada produksi. Hakikatnya, biaya tidak langsung adalah “tidak langsung dan tidak enak” dibebankan ke suatu produk tertentu. Sebagai contoh, jika seorang pemeriksa memeriksa 50 produk berbeda dalam satu periode dan jika volume masing – masing produk berkisar antara sangat kecil sampai sangat besar, bagaimana ongkosnya bisa dipecah – pecah ? Akutansi biaya melakukannya dengan  banyak cara, tapi tiga diantaranya paling populer, yaitu :


C.  Ekonomi Teknik

Simaklah ilustrasi berikut ini :

Sebagai direktur PT. TI, salah satu keputusan penting yang harus anda buat adalah menetapkan salah satudari dua mesin otomatis yang harus dibeli untuk mengganti cara manual selama ini. Kategori produk yang menggunakan ketiga cara ini (dua otomatis dan satu manual) akan dihentikan produksinya lima tahun lagi. Metode manual butuh ongkos Rp 20 juta per tahun. Mesin otomatis A berharga Rp 60 juta sekarang dan ongkos operasinya Rp 4 juta per tahun selama lima tahun. Setelah itu mesin ini akan bernilai nol rupiah. Mesin otomatis B berharga Rp 80 juta sekarang dan ongkos operasinya Rp 2 juta per tahun selama lima tahun. Pada akhir tahun ke-5, mesin ini bisa dijual seharga Rp 18 juta. PT. TI menginginkan hasil 12 % dari semua modal yang tertanam. (12 % Return on investment)

Untuk memecahkan masalah ini langkah pertama biasanya adalah menggambar diagram waktu yang memperlihatkan aliran uang untuk berbagai alternatif. Gambar 8.5 menjelaskan masalah ini.


Gambar 8.5
Diagram Waktu PT. TI

Dalam menyusun diagram waktu diatas, semua uang yang mengalir selama satu tahun diinterprestasikan mengalir pada akhir tahun, semua aliran uang keluar (ongkos, belanja) ditunjukkan oleh panah ke atas, semua aliran uang masuk ditunjukkan oleh panah ke bawah, dan semua aliran kas yang tampak pada gambar adalah aliran bersih (yakni pada alternatif 3, pada akhir tahun 5, aliran keluar = Rp 2 juta, aliran masuk = Rp 18 juta, sehingga aliran bersihnya = Rp 16 juta).

Mungkin tampak bahwa solusi sederhananya adalah menjumlahkan saja semua aliran uang dan memilih yang paling murah. Hasilnya adalah :

Aliran 1 : 20 + 20 + 20 + 20 + 20 = 100 juta
Aliran 2 : 60 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4  =   80 juta
Aliran 3 : 80 + 2 + 2 + 2 + 2 + 2  =   90 juta
Aliran 2 tampak lebih baik dari pada 3, bahkan lebih baik dari alternatif 1. Tetapi jika manajemen PT. TI tidak menanam modal di mesin A maupun B, maka uang untuk beli mesin A senilai Rp 60 juta, atau B senilai 80 juta bisa di investasikan ke peluang lain. Oleh karen uang terbatas, maka pertimbangan ini sangat penting. Dengan memperhitungkan keinginan PT. TI untuk memperoleh 12 % keuntungan dari total investasi, maka pengeluaran uang selama lima tahun dapat dihitung ke depan menjadi aliran uang saat ini, dengan menggunakan rumus

 
Keterangan :

            P  = Nilai sekarang aliran uang (akhir tahun ke nol)
            A = Pengeluaran/Pemasukkan uang dengan jumlah tetap dari tahun ke tahun
            i   = Faktor return on investment
            n  = Jumlah tahun yang berlaku pada persoalan

Jadi total nilai uang yang keluar + masuk selama 5 tahun untuk ketiga alternatif adalah sebagai berikut :




            Tampaknya dengan basis waktu yang sama, yakni akhir tahun ke nol (artinya sekarang). Total aliran uang  paling murah adalah alternatif 1, bukan alternatif 2 sebagaimana sebelumnya.

    
           Disini perlu  diperhatikan perhitungan pada alternatif 2 dan 3. Pada alternatif 2, harga beli Rp 60 juta tidak dikalikan lagi dengan faktor sekarang. Demikian pula berlaku untuk harga pembelian Rp 80 juta pada Alternatif 3. Yang sedikit berbeda pada Alternatif 3 adalah bahwa pada akhir tahun 5 terjadi aliran masuk sebesar Rp 16 juta. Untuk aliran masuk/keluaryang sifatnyahanya sekali, maka faktornya berbeda. Dalam hal ini, faktor pengalinya adalah : (1 + i) ̵ ⁿ.

            Selanjutnya, tabel 8.1 berikut menjelaskan berbagai faktor untuk menghitung nilai aliran uang total pada berbagai posisi waktu di dalam diagram waktu.

Tabel 8.1
Faktor Return on Investment


Catatan : n = Jumlah tahun yang berlaku pada persoalan.

1 komentar: